Minari: Sebuah Cerita Tentang Keluarga, Harapan, dan American Dream

Minari: Sebuah Cerita Tentang Keluarga, Harapan, dan American Dream
Hidup kadang berat banget, tapi bukan berarti kita tidak boleh punya harapan, kan? Gw baru aja nonton Minari, film yang sudah menang banyak penghargaan di Sundance, dan sumpah, film ini sukses mengaduk-aduk hati gw berhari-hari. Ini bukan sekadar film, ini cerminan perjuangan yang bakal kena banget ke lo!
Mimpi Korea di Tanah Amerika
Ceritanya berlatar tahun 1980-an. Bayangkan lo jadi bagian dari keluarga imigran Korea, keluarga Yi. Mereka nekat pindah ke pedesaan Arkansas demi mengejar mimpi si bokap, Jacob (Steven Yeun), buat bangun kebun sayur Korea. Buat modal, dia dan istrinya, Monica (Han Ye-ri), kerja banting tulang di pabrik, memisahkan anak ayam jantan dan betina. Gila kan perjuangannya?
Bagaimana Monica tidak makin pesimis, mereka tinggal di antah berantah sementara anak mereka, David, punya riwayat jantung lemah. Cekcok sengit pun jadi makanan sehari-hari. Jacob dengan egonya, Monica dengan kekhawatirannya. Di tengah situasi tegang itu, nenek Soon-ja (Youn Yuh-jung) datang dari Korea. Awalnya si kecil David sebal banget sama neneknya, tapi hubungan mereka yang berkembang justru jadi nyawa dari film ini.
Kenapa Gw Merasa "Pulang" ke Film Ini
Karakter Jacob di sini tuh berhasil banget menggambarkan sosok ayah tipikal Asia. Dia merasa punya tanggung jawab paling gede, jadi pengambil keputusan utama, dan terus-terusan ngasih janji buat jamin kesejahteraan keluarga, sambil menahan egonya sendiri.
Makanya, pas nonton Minari, gw ngelihat diri gw banget di sosok Jacob. Perjuangan mereka ini bikin gw relate parah. Gw juga lahir dari keluarga yang bisa dibilang mulai dari nol, dan dari kecil impian gw cuma satu: keluar dari lingkaran kemiskinan. Tapi, lo tahu kan rasanya gimana saat semua pencapaian lo tidak pernah dianggap cukup? Setiap keputusan yang lo ambil selalu terasa salah di mata keluarga, bikin kita merasa ‘tidak kelihatan’ atau dihargai. Nyesek banget, cuy.
Saat Semuanya Hampir Hancur Berkeping-keping
Pas lo pikir masalah mereka sudah menumpuk, tiba-tiba cobaan datang lagi: Nenek Soon-ja kena stroke. Dunia mereka seakan runtuh. Di saat bisnis Jacob lagi seret dan masalah air tidak kelar-kelar, Monica justru harus fokus merawat ibunya. Mereka sampai harus menitipkan anak-anak ke teman gereja.
Konflik mereka sampai di puncak. Monica menyerah dan mengajak balik ke California. Jacob, yang keras kepala dan masih memegang mimpinya, malah menyuruh Monica dan anak-anak pergi tanpanya. Mereka akhirnya memutuskan buat pisah. Hati gw hancur banget di bagian ini.
Tapi, takdir berkata lain. Pas mereka pulang dengan hati hancur, mereka lihat gudang hasil panen mereka... terbakar hebat. Api itu ternyata tidak sengaja disebabkan oleh nenek yang berusaha bantu-bantu meski kondisinya belum pulih.
Di tengah kobaran api itu, semua ego luntur. Jacob dan Monica tidak lagi memikirkan mimpi atau pertengkaran mereka. Mereka cuma saling berusaha menyelamatkan satu sama lain dari api. Momen itu benar-benar menonjok! Mereka sadar, yang paling penting bukanlah kebun atau kesuksesan, tapi satu sama lain.
Yuk, Bedah Metafora Keren di Film Ini!
Kerennya film ini tuh, banyak banget simbol atau metafora tersembunyi yang bikin ceritanya makin dalam. Ini beberapa yang paling kena menurut gw:Tanaman Minari
Ini jelas metafora utamanya. Minari itu tanaman liar yang tangguh banget, bisa tumbuh di mana saja tanpa perawatan khusus. Persis kayak semangat imigran keluarga Yi. Mereka dilempar ke tanah asing yang keras, tapi dengan sedikit kesempatan, mereka bisa berakar, beradaptasi, dan akhirnya tumbuh subur. Minari adalah simbol harapan, ketahanan, dan akar budaya yang mereka bawa dari Korea.
Sumur Air vs. Pencari Air
Ingat kan pas Jacob menolak pakai jasa pencari air dan maksa gali sumur sendiri? Itu tuh metafora egonya dia, bro. Dia percaya sama kerja kerasnya sendiri dan menolak bantuan atau "keajaiban" dari luar. Tapi apa hasilnya? Sumurnya kering. Ini menunjukkan kalau pendekatan "gw bisa sendiri" dan mengejar American Dream secara individualistis itu ada batasnya. Kegagalan sumur itu jadi tamparan keras buat harga dirinya.
Pabrik Anak Ayam
Ini metafora yang kelam tapi kuat banget. Kerjaan mereka memisahkan anak ayam jantan dan betina, di mana yang jantan dianggap "tidak berguna" dan langsung dibuang untuk dibakar. Ini menyimbolkan ketakutan Jacob sendiri akan kegagalan dan menjadi "tidak berguna" bagi keluarganya. Ini juga kritik sosial tentang bagaimana sistem kapitalisme kadang cuma menilai sesuatu dari kegunaan ekonomisnya, yang bisa jadi sangat tidak manusiawi.
Kebakaran Gudang
Ini klimaks yang jadi metafora paling kuat: kehancuran dan kelahiran kembali. Api itu memusnahkan semua hasil kerja keras Jacob. Simbol dari mimpinya yang egois dan individual. Tapi justru dari abu itulah, mereka "lahir kembali" sebagai keluarga yang utuh. Api itu membakar habis ego dan ambisi yang memisahkan mereka, menyisakan hal yang paling esensial: cinta dan kebersamaan keluarga. Trial by fire yang sesungguhnya.
Bukan 'SERU', tapi 'MEMORABLE'
Jujur, gw tidak bisa bilang film ini "seru" dalam artian heboh. Tapi film ini berkesan banget. Minari itu pelajaran tentang bertahan hidup. Tentang bagaimana keluarga imigran dipandang sebelah mata, tapi selalu ada orang baik di sekitar kita.
Ngomongin soal orang baik, gw jadi ingat sama Paul, rekan kerja Jacob di ladang. Awalnya, karakter ini kelihatan aneh banget, bro. Dia super religius, bahkan sampai keliling bawa-bawa salib gede tiap hari Minggu. Tapi di balik gayanya yang eksentrik itu, dia tulus banget. Dia satu-satunya orang lokal yang benar-benar membantu Jacob tanpa pamrih. Karakter Paul ini jadi bukti kalau kita tidak boleh men-judge orang dari luarnya saja.
Hidup itu penuh ketidakpastian, tapi film ini mengajarkan kalau kita tidak menyerah, pasti ada jalan. Di akhir film, Jacob dan David pergi ke sungai buat memetik Minari yang tumbuh subur di sana. Tanaman itu jadi bukti, bahkan setelah kebakaran hebat, harapan bisa tumbuh kembali di tempat yang paling sederhana sekalipun.
Scoring Juara
Scoring di film ini sangat melankolis dan menyentuh hati. Musiknya nggak cuma jadi latar, tapi ikut berbicara... mengisi kekosongan dialog dengan emosi yang dalam. Terutama di lagu “Jacob and the Stone”, tiap nada seolah mencerminkan kerinduan dan harapan dalam sunyi. Emile Mosseri berhasil menyusun komposisi yang bikin perasaan campur aduk... hangat tapi juga bikin dada sesak. Scoring ini bukan cuma mendukung cerita, tapi jadi jiwa dari keseluruhan film.Jadi, Wajib Nonton Gak?
Kalau lo suka film yang alurnya santai, slice-of-life, dan temanya keluarga, gw jamin lo bakal suka banget film ini. Aktingnya? Gila, gak usah ditanya. Dari Steven Yeun sampai si kecil Alan Kim, semuanya juara! Inilah khasnya film-film A24, ceritanya jujur dan manusiawi.
Ada satu kalimat yang terus kebayang di kepala gw:
"Selama kita bersama, semuanya masih bisa diperjuangkan."Karena pada akhirnya, rumah sejati itu bukan bangunannya, tapi orang-orang yang tetap ada saat dunia lu hancur.